Agresi Militer Belanda, Serangan Brutal 100 Ribu Tentara

Agresi Militer Belanda, Serangan Brutal 100 Ribu Tentara

Nederlandse troepen trekken Djokjakarta binnen. Links een brandende auto Bestanddeelnr 5111

Agresi Militer Belanda 1, 100.000 tentara menyerbu Republik. Serangan brutal ini justru membangkitkan perlawanan rakyat & diplomasi internasional.

Tanggal 21 Juli 1947 menjadi penanda awal babak baru dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia yang penuh tantangan. Pada hari ini, Kerajaan Belanda, melancarkan Agresi Militer yang biasa di kenal dengan Agresi Militer Belanda I, sebuah operasi militer berskala besar yang ditujukan untuk merebut kembali wilayah-wilayah penting Republik Indonesia. Dengan mengerahkan lebih dari 100.000 pasukan bersenjata lengkap, Belanda mencoba membalikkan kemerdekaan yang telah diproklamasikan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Belanda menyebut operasi ini sebagai Operatie Product—sebuah istilah yang seolah mengesankan misi ekonomi. Namun kenyataannya, yang terjadi adalah invasi bersenjata ke wilayah kedaulatan Indonesia. Perjanjian Linggarjati, yang sebelumnya disepakati antara kedua pihak sebagai jalan damai, dilanggar secara sepihak oleh Belanda.

Target Serangan: Menguasai Pusat-Pusat Ekonomi Republik

Ambarawa waar de Republiek opnieuw probeert de bevolking van Indonesie te veron Bestanddeelnr 3920
Agresi Militer Belanda I

Operasi militer ini menyasar pusat-pusat produksi utama di Jawa dan Sumatera. Kota-kota strategis seperti Medan, Palembang, Surabaya, Semarang, dan Jakarta menjadi sasaran utama. Dengan bantuan pesawat tempur, artileri berat, dan kapal-kapal perang, Belanda menyerbu dengan kecepatan tinggi dalam gaya perang kilat.

Tujuannya jelas: menghancurkan kekuatan pertahanan Republik, menguasai jalur ekonomi vital, serta memutus komunikasi dan logistik antara pemerintahan pusat dan daerah-daerah pendukung kemerdekaan.

Perlawanan Republik: Dari Gerilya hingga Perang Rakyat

images 5 4
Perlawanan Republik: Dari Gerilya hingga Perang Rakyat

Meski kalah dalam hal persenjataan dan jumlah, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan rakyat Indonesia tidak tinggal diam. Di bawah komando Jenderal Soedirman, taktik perang gerilya dijadikan pilihan utama. Dari gunung ke hutan, dari desa ke desa, pasukan TNI bersama rakyat terus memberikan perlawanan yang menyulitkan gerak maju pasukan Belanda.

Para pejuang menggunakan strategi mobilitas tinggi dan serangan mendadak, memanfaatkan pengetahuan atas medan tempur lokal. Di sisi lain, rakyat sipil berperan sebagai mata-mata, pemberi logistik, hingga pelindung para gerilyawan. Semesta bergerilya menjadi istilah yang tepat menggambarkan suasana saat itu.

Reaksi Dunia: Kecaman Internasional Menggema

Tindakan Belanda tidak hanya mengejutkan rakyat Indonesia, tetapi juga menyulut kecaman internasional. Negara-negara seperti India, Mesir, Australia, dan Uni Soviet menyatakan keprihatinan atas invasi tersebut. Bahkan Amerika Serikat yang sebelumnya netral, mulai menunjukkan tekanan politik terhadap Belanda karena dinilai menghambat stabilitas di Asia Tenggara.

Sebagai respons terhadap konflik yang memanas, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Amerika Serikat, Belgia, dan Australia. Komisi ini bertugas memediasi pertikaian antara Belanda dan Republik Indonesia. Upaya diplomatik ini kemudian menjadi jalan menuju gencatan senjata dan digelarnya Perjanjian Renville pada Januari 1948.

Akibat Strategis: Republik Bangkit di Tengah Kepungan

images 4 4
Agresi Militer Belanda, Serangan Brutal 100 Ribu Tentara 7

Secara militer, Belanda memang berhasil menguasai sebagian besar wilayah strategis. Namun secara politis, agresi ini menjadi senjata makan tuan. Alih-alih memadamkan semangat kemerdekaan, Agresi Militer I justru menyulut perlawanan yang lebih besar dan menyatukan seluruh rakyat Indonesia dalam satu tujuan: mempertahankan kemerdekaan.

Serangan yang bertujuan meruntuhkan Republik justru memperkuat posisi diplomatik Indonesia di mata dunia. Rakyat semakin yakin bahwa kemerdekaan bukan lagi cita-cita, tapi hak yang harus dipertahankan dengan darah dan nyawa.

Warisan Sejarah yang Terus Menyala

Hari ini, 21 Juli dikenang bukan sebagai hari kekalahan, melainkan hari kebangkitan nasional. Agresi Militer I adalah peristiwa yang menguji seberapa besar nyala semangat rakyat Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan. Dan sejarah membuktikan: Republik ini tidak runtuh, tapi justru mengeras oleh tekanan musuh.

Dengan ingatan atas ratusan ribu pasukan Belanda yang datang dengan senjata, kita diingatkan bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari perjuangan yang tak pernah padam.

“Kita tidak akan menyerah! Kemerdekaan bukan hadiah, melainkan hak yang telah diperjuangkan.”
Jenderal Soedirman